Di plakat monumen tertulis di bumi wilayah ini pada tahun 1943 pernah dijadikan tempat lahirnya tunas-tunas muda jiwa keprajuritan dalam wadah tentara sukarela pembela tanah air dibawah pimpinan H.R. Mohammad mangundiprojo seorang pahlawan gedung internatio surabaya 29 oktober 1945. monumen ini diresmikan pada tanggal 28n januari 1995 di buduran oleh edhi sanyoto bupati sidoarjo. Monumen yang dibangun dengan biaya Rp 50 juta dari APBD II 1994/1995. selanjutnya akan dibahas tentang karir beliau.
Raden muhammad mangundipraja (eyd) lahir di sragen tahun 1905, beliau anak dari sastro marjono dan cicit Setjodiwirjo atau Kiai Ngali Muntoha. beliau disekolahkan Eurpese Lager School (ELS) di Solo tahun 1913 tapi di tahun 1915 beliau pindah sekolah ke ELS sragen, dan lulus di tahun 1921. ditahun 1921 juga beliau melanjutkan ke sekolah teknik yogyakarta tapi beliau tidak sampai lulus di sekolah teknik ini karena kurang berbakat dibidang teknik. dan melanjutkan pendidikan di Opleiding School Voor Inlandse Ambtenaren OSVIA madiun dan lulus ditahun 1927. pekerjaan awalnya menjadi pelayan wedana Gorang Gareng di Madiun, dan naik pangkat dan dimutasi ke utara lebih tepatnya di lamongan menjadi mantri polisi lapangan, pindah lagi ke surabaya sebgai wakil jaksa kalisosok dan pada tahun 1934 menjadi Asisten Wedana Diwek di Jombang.
Jepang datang, muhammad mangundipraja bergabung dengan militer yaitu menjadi anggota PETA (Pembela Tanah Air) di tahun 1944. dan menjalani pendidikan militer di surabaya, setalah lulus dari pendidikan diangkat menjadi daidancho (komandan batalyon) di Daidan III Sidoarjo. Setelah Proklamasi Kemerdekaan1945, semua anggota PETA menjadi pasukan inti Badan Keamanan Rakyat (BKR). mangundipraja juga berpartisipasi dalam membentuk BKR di jawa timur. BKR jawa timur terbagi 3 eselon yaitu BKR jawa timur, BKR karesidenan Surabaya dan juga BKR kota surabaya. mustopo memimpin BKR jawa timur dan mangunpraja menjadi bendahara dan urusan angkatan darat selain itu ada jabatan diluar BKR yaitu menjadi wakil ketua Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang diketuai Dul Arnowo. BKR Karesidenan Surabaya diketuai oleh Abdul Wahab dan BKR Kota Surabaya dipimpin oleh Sungkono.
Pada 24 oktober 1945 inggris datang ke surabaya melalui tanjung perak dipimpin ws mallaby yang bertujuan untuk mengeluarkan tawanan perang asing (jepang). mustopo kurang senang dengan pasukan asing (inggris) masuk surabaya, dia mengusulkan tawanan perang asing diantar oleh pasukan indonesia dan dibawa ke pelabuhan. pihak inggris tidak setuju malah membawa pasukannya kedalam kota dan menduduki tempat strategis, pihak surbaya tak terima dan membalas dengan taktik yang mengisolasi.
Pihak inggris dan kewalahan dan meminta bantuan pihak jakarta untuk meredam amarah rakyat. akhirnya didatangkanlah sukarno, hatta, dan amir syarifudin dan bertemu dengan mustopo. mustopo dianggap pemicu perang dangan pihak inggris dengan itu mustopo dicopot dari komandan TKR dan digantikan oleh muhammad mangundipraja. akhirnya kesepakatan gencatan senjata dan terjadi dan disebarluaskan melalui radio. kesepakatan terjadi dengan tetap tawanan dijemput oleh pihak inggris dan untuk mengawasi dibentuk biro yang berisi pihak inggris dan pemerintah surabaya termasuk muhammad mangun dirpraja. saat pihak inggris menjemput tawanan terkadang dihalangi pemuda-pemuda surabaya, dul arnowo dan residen sudirman yang menerangkan kepada pemuda-pemuda tersebut.
Tragedi gedung internatio. gedung internatio yang diduduki pihak inggris dengan pasukan gurkha dikepung oleh pemuda-pemuda surabaya. anggota biro pun diutus untuk negoisasi, belum lama masuk anggota biro keluar dan menyuruh untuk berlindung beberapa detik kemudian rentetetan peluru dari dalam gedung. muhammad mangundiprojo yang ditugaskan sebagai negisiator pun disekap di gedung.
Besoknya 31 oktober 1945 mobil mallaby ditemukan sudah hangus terbakar dan didalamnya ada jasad jendral wallaby. muhammad mangundiprojo dibebaskan. pada perang 10 november magundiprojo memimpin pasukan dan dia terluka dibagian pelipis karena pecahan mortir walaupun begitu dia masih memimpin perang Karena perannya tersebut, Mohamad diangkat menjadi Kepala Komandemen III TKR Jawa Timur dengan pangkat Jenderal Mayor,
Penculikan muhammad mangundipraja. mangundipraja sebagai bendahara BKR, saat Mayor Zainal Sabarudin Nasution datang ke markas BKR untuk minta dana perang, ditolak oleh mangundipraja karena dana perang sebelumnya belum dipertanggungjawabkan digunakan untuk apa saja. sabarudin kecewa dan fitnah kalau mangundipraja korupsi dan mata mata belanda, dibiarkan hingga kelompok sabarudin menawan bupati sidoarjo dan bupati mojokerto. mangundiprojo membuat surat perintah penangkapan sabarudin. sabarudin melaporkan ke urip sumiharjo di MBT Jogja. mangundipraja dipanggil menghadap ke MBT jogja pada tanggal 29 januari 1946.
Info mangundipraja pergi ke MBT diketahui sabarudin. saat sampai mangundipraja sudah sampai duluan dan sedang menunggu para petinggi TKR di ruang tunggu, kelompok sabarudin melumpuhkan supir dan ajudan mangundiparaja dan menculik mangundiparaja. presiden mendengar tentang penculikan itu dan merintahkan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Divisi VI yang dipimpin Kolonel Sudiro untuk menyelamatkan. sudiro memerintahlan Resimen Madiun, yang dipimpin Letkol Sumantri, dan Resimen Kediri, yang dipimpin Letkol Surachmad, untuk melakukan pencegatan kelompok sabarudin. kelompok Sabarudin berhasil lolos dari pencegatan di Madiun. Akhirnya, pasukan Surachmad, yakni kompi Polisi Tentara yang dipimpin Heri Harsono berhasil mencegat konvoi tersebut di jembatan Kertosono. Mangundiprojo pun dibebaskan dan pasukan Sabarudin dibiarkan kembali ke markasnya di Pacet, Mojokerto. Mohamad kemudian dibawa ke Kediri untuk diobati.
Setalah mengakhiri karir militernya beliau menjadi bupati ponorogo mulai 1950 hingga 1955. misinya adalah mengamankan daerah Madiun setelah pemberontakan PKI Muso pada tahun 1948. Prestasinya ini kemudian mengantar Muhammad Mangundiprojo menjadi gurbenur pertama Lampung dari tahun 1955 hingga 1962 dan terpilih menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mulai 1971 hingga 1992.
Mohamad Mangundiprojo tutup usia pada 13 Desember 1988 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bandar Lampung.
Muhammad mangundipraja dianugerahi Bintang Mahaputra dari Presiden Soeharto pada 14 agustus 1986, dan Gelar Pahlawan Nasional dari presiden Joko Widodo pada 7 november 2014.
sumber
yx-gf.blogspot.com/2015/08/hr-mohamad-mangoendiprodjo.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Mangundiprojo
Comments
Post a Comment