Saat melewati kota lebih tepatnya dipertigaan bank bri ada satu tugu berbentuk sepeerti segitiga dengan trisula diatasnya. dahulu tugu perwari berada di jalan pemuda raya, bisa dibilang tempat ini menjadi gerbang masuk kota klaten. pada tahun 2012 tugu perwari dipindahkan dan tempat yang sekarang dibangun tugu tenun.
Tugu ini ada tiga plakat plakat pertama tertulis tujuan perwari 1) meperjuangkan cita cita bangsa 2) memperjuangkan penyempurnaan hak/kewajiban dan peningkatan kedudukan wanita indonesia. plakat kedua bertuliskan tujuan dibangun tugu perwari untuk memperingati hut ke 41 perwari. plakat ketiga tentang diresmikan pada tanggal 27 desember 1986 oleh Prof.Dr Emil Salim yang saat itu menjadi mentri negara kependudukan dan lingkungan hidup.
Setelah merdeka banyak warga sipil membentuk sebuah organisasi baru menggantikan yang lama. sebagai contoh persatuan wanita indonesia (PERWANI) yang menggantikan Fujinkai dari jaman jepang. perwani dipimpin oleh Ny. Soernarjo Mangoenpoespito mantan ketua fujinkai. sedangkan anggotanya organisasi lokal yang membantu kemerdekaan.
Bersamaan dengan terbentuknya perwani, dijakarta dibentuk organisasi baru wanita negara indonesia (WANI) yang dalam kemerdekaan membuat dapur umum, mendistribusikan beras kepada pejuang. organisasi ini dipimpin oleh soewarni pringgodigdo, sri mangunsarkaro, soejatin kartowijono, dan soesilowati.
Perwani jogja mengharapkan sebuah kongres di jogjakarta untuk menyatukan organisasi dan menegaskan posisi perempuan di negara yang baru. dan sekalian menggantikan kongres perempuan indonesia V di semarang yang gagal karena perang dunia kedua. organisasi yang mengikuti kongres ialah perwani pusat dan cabang, wani jakarta, badan pusat tamansiswa, pimpinan pusat aisiyah, perhimpunan putri indonesia.
Kongres ini direncanakan gedung senisono jadi kandas karena inggris menyerengan jogja dengan bom dan sultan melarang adanya kongres, konfrensi dan lain-lain. panitia disarankan untuk memindahkan lokasi kongres ke tempat yang lebih aman. dipilihlah klaten karena tidak jauh dari jogja dan keamanan realatif aman.
Suratmi dan D.M. Hadiprabowo adalah sosok-sosok yang berada di balik usaha keras tersebut. Dengan senang hati Bapak Bupati Klaten menerimanya serta menyediakan Gedung Kabupaten sebagai acara kongres. Lain daripada itu, Gusti Joedonegoro menjadi panitia pembantu.
Pengeboman Yogyakarta juga membuat banyak perempuan ketakutan dan membatalkan ikutserta dalam kongres. Bahkan, panitia kerja pun hanya tersisa lima orang, yaitu Ny. Soesanto (ketua), S. Iman Soedijat (penulis I), anak-beranak Sri Soedari Imam Panudja (penulis II) dan Din Soerjadiningrat (bendahara I), serta Ny. Soekardi (bendahara II). Dengan keberanian, kelima orang ini nyaris setiap hari pulang pergi Yogyakarta—Klaten dengan fasilitas mobil, bensin, dan sopir dari Hamengku Buwono IX Pembakaran, pertempuran, dentuman senjata api, serta gelegar mortir dan meriam menjadi pengalaman rutin mereka.
Kongres pertama Perwari bisa digelar 15-17 Desember 1945. Di setiap tempat pada setiap stasiun orang-orang berkumpul menyambut para perempuan ini. Dari setiap perempatan, mereka meneriakkan pekik merdeka ntusias terhadap kegiatan Perwari juga ditunjukkan Bupati Joedonegoro dengan menanggung seluruh akomodasi seluruh peserta.
Soejatin Kartowijono sebagai pimpinan rapat. keputusan Perwani dan Wani berfusi menjadi satu organisasi baru perempuan Indonesia di era kemerdekaan. Keputusan itu paling memungkinkan bagi keduanya karena keberadaan mereka yang independen, berbeda dengan organisasi-organisasi perempuan lainnnya—seperti Wanita Taman Siswa, Aisjijah, serta Pemoeda Poetri Indonesia—yang memiliki organisasi induk.Selanjutnya, kedua organisasi itu sekaligus bersepakat memilih Sri Mangoensarkoro dan D.M. Hadiprabowo sebagai ketua dan wakilnya sedangkan Yogyakarta menjadi pusat pergerakannya Perwari.
Didasarkan pada tiga asas, yaitu ketuhanan, kebangsaan, dan kerakyatan. Adapun tujuan utamanya adalah menuntut dan mempertahankan keadilan sosial demi terwujudnya keselamatan dan perikemanusiaan di dalam masyarakat Indonesia Selanjutnya, mereka juga memilih trisula yang berbentuk tiga keris berlekuk lima dalam satu lingkaran sebagai simbol organisasi Perwari. Sri Mangoensarkoro.
Sang ketua, dalam media perdana Perwari menjelaskan bahwa trisula melambangkan kebenaran, kesucian, dan keberanian hidup, sementara lekuk lima dan lingkaran masing-masing melambangkan persatuan selayaknya cerita pewayangan Pandhawa lima yang memerangi angkara murka demi terciptanya kebulatan kesempurnaan—simbol ini disempurnakan sepuluh tahun kemudian menjadi simbol yang dikenal sekarang.
Comments
Post a Comment